A. Pengertian Perkembangan Sosial
Perkembangan
anak meliputi berbagai aspek antara lain adalah, perkembangan fisik, kognitif,
sosial, emosional, moral, bahasa dan lain sebagainya. Salah satu aspek
perkembangan pada anak yang perlu diperhatikan adalah perkembangan sosial. Samsu Yusuf
(Budiamin dkk, 2000:132) menyatakan bahwa Perkembangan sosial
merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial
dapat pula diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap
norma-norma kelompok, moral dan tradisi, meleburkan diri menjadi satu kesatuan
dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Pada
awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum memiliki
kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Berkembang atau tidaknya
kemampuan sosial anak diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul
dengan orang-orang di lingkungan keluarga maupun dari luar
lingkungan keluarga, seperti sekolah dan masyarakat.
Kebutuhan
berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak usia enam bulan, disaat
itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota
keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain,
seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang. Sueann
Robinson Ambron (Budiamin dkk, 2000: 132) menyatakan
bahwa sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing
anak ke arah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota
masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif. Hubungan sosial mulai dari tingkat
sederhana dan terbatas, yang didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin
dewasa dan bertambah umur, kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan
demikian tingkat hubungan sosial juga berkembang amat kompleks.
Dari
kutipan diatas dapat dimengerti bahwa semakin bertambah usia anak maka semakin
kompleks perkembangan sosialnya, dalam arti mereka semakin
membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi bahwa manusia adalah makhluk
sosial yang tidak akan mampu hidup sendiri, mereka butuh interaksi dengan
manusia lainnya, interaksi sosial merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki
oleh manusia.
B. Karakteristik Perkembangan Sosial Anak
1. Karakteristik dan Ciri Tingkah Laku Sosial
Anak SD/ MI
Periode Usia Sekolah
Minat terhadap kelompok
makin besar, mulai mengurangi keikutsertaannya pada aktivitas keluarga.
Pengaruh yang timbul pada keterampilan sosialisasi anak diantaranya berikut
ini:
a. Membantu anak untuk belajar bersama dengan
orang lain dan bertingkah laku yang dapat diterima oleh kelompok.
b. Membantu anak mengembangkan nilai-nilai
sosial lain diluar nilainya.
c. Membantu mengembangkan kepribadian yang
mandiri dengan mendapatkan kepuasan emosional dari rasa berkawan
Menurut Hurlock dalam
Susanto (2012:40-45) mengemukakan ada beberapa pola perilaku dalam situasi
sosial pada awal masa anak-anak yaitu kerja sama, persaingan, kemurahan hati,
hasrat akan penerimaan sosial, simpati, empati, ketergantungan, sikap ramah,
meniru, perilaku kedekatan. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a. Pembangkangan (Negativisme)
Bentuk tingkah laku
melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin
atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak.
Sikap orang tua terhadap anak seharusnya tidak melabeli mereka sebagai anak
yang nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang
tua mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap dependent menuju kearah independent.
b. Agresi (Agression)
Yaitu perilaku menyerang
balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan
salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi (rasa kecewa karena tidak terpenuhi
kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan dengan menyerang
seperti mencubit, menggigit, menendang dan lain sebagainya. Sebaiknya orang tua
berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara mengalihkan
perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang agresif maka
egretifitas anak akan semakin meningkat.
Tabel Sosialisasi dan perkembangan perilaku anak
Kegiatan Orang Tua
|
Pencapaian Perkembangan
Perilaku Anak
|
1. Memberikan makanan dan memelihara fisik
anak
|
1. Mengembangkan sikap percaya terhadap
orang lain (development of trust)
|
2. Melatih dan menyalurkan kebutuhan
fisiologis, melatih buang air kecil/ besar, menyapih dan memberikan makanan
padat
|
2. Mampu mengendalikan dorongan biologis
dan belajar untuk menyalurkan pada tempat yang diterima masyarakat.
|
3. Mengajar dan melatih keterampilan
berbahasa, persepsi, fisik, merawat diri
|
3. Belajar mengenal objek-objek belajar
bahasa, berjalan, mengatasi hambatan, berpakaian, dan makanan.
|
4. Mengenalkan lingkungan pada anak,
keluarga, sanak keluarga, tetangga dan masyarakat sekitar.
|
4. Mengembangkan pemahaman tentang baik
buruk, merumuskan tujuan dengan kriteria pilihan dan berperilaku yang baik
|
5. Mengajarkan tentang budaya nilai-nilai
agama dan mendorong anak untuk menerimanya sebagai bagian dirinya
|
5. Mengembangkan pemahaman tentang baik
buruk, merumuskan tujuan dan kriteria pilihan dan berperilaku yang baik.
|
6. Mengembangkan keterampilan
interpersonal, motif, perasaan dan perilaku dalam hubungan dengan orang lain.
|
6. Belajar memahami perspektif (pandangan)
orang lain dan merespon harapan/ pendapat mereka secara selektif
|
7. Membimbing, mengoreksi dan membantu anak
merumuskan tujuan, dan merencanakan aktivitasnya.
|
7. Memiliki pemahaman untuk mengatur diri
dan memahami kriteria untuk menilai penampilan/ perilaku sendiri.
|
c. Berselisih (Bertengkar)
Sikap ini terjadi jika
anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain.
d. Menggoda (Teasing)
Menggoda merupakan bentuk
lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain
dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) yang menimbulkan marah
pada orang yang digodanya.
e. Persaingan (Rivaly)
Yaitu keinginan untuk
melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. yaitu persaingan prestice (merasa ingin menjadi
lebih dari orang lain).
f.
Kerja
sama (Cooperation)
Yaitu sikap mau bekerja
sama dengan orang lain.
g. Tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior)
Yaitu tingkah laku untuk
menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap bossiness. Wujud dari sikap
ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan sebagainya.
h. Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap egosentris
dalam memenuhi interest atau keinginannya
i.
Simpati
(Sympathy)
Yaitu sikap emosional
yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap orang lain mau
mendekati atau bekerjasama dengan dirinya.
2. Tahapan Penerimaan Sosial
Perkembangan
sosial yang di alami anak adalah proses penerimaan sosial. Sedangkan menurut
Hurlock (1978) menyebutkan bahwa penerimaan sosial berarti dipilih sebagai
teman untuk suatu aktivitas dalam kelompok di mana seseorang menajdi anggota. Berkenan
dengan penerimaan sosial Hurlock (1978), mengemukakan beberapa tahapan (stage) dalam penerimaan kelompok teman
sebaya adalah sebagai berikut:
a. Reward
Cost Stage
Pada tahap ini ditandai
adanya harapan yang sama, aktivitas yang sama dan kedekatan. Biasaynya terjadi
pada anak kelas 1, 2 dan 3.
b. Normative
Stage
Pada tahap ini ditandai
oleh dimilik nilai yang sama, sikap terhadap aturan, dan sanksi yang diberikan
biasanya terjadi pada anak kelas 4 dan 5.
c. An
Emphatic Stage
Pada tahap ini dimilikinya
pengertian, pembagian minat, self
disclosure adanya kedekatan yang mulai mendalam di kelas 6.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Perkembangan Sosial Anak
Faktor
yang dapat mengganggu proses sosialisasi anak, Susanto berpendapat bahwa ada
dua faktor utama yang mempengaruhi perkembangan sosial anak, yaitu faktor
lingkungan keluarga dan faktor dari luar rumah atau luar keluarga. Penjelasannya
adalah sebagai berikut:
1. Faktor Keluarga
Keluarga
merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan sosial anak. Diantara faktor
yang terkait dengan keluarga dan yang banyak berpengaruh terhadap perkembangan
sosial anak adalah hal-hal yang berkaitan dengan:
a. Status sosial ekonomi keluarga.
b. Keutuhan keluarga.
c. Sikap dan kebiasaan orang tua.
d. Faktor Lingkungan Luar Keluarga
2. Faktor Lingkungan Luar Keluarga
Pengalaman
sosial awal diluar rumah melengkapi pengalaman didalam rumah dan merupakan
penentu yang penting bagi sikap sosial dan pola perilaku anak. Sedangkan
menurut Elizabeth B. Hurlock (1978) menambahkan faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan sosial anak, yaitu faktor pengalaman awal yang diterima anak.
Pengalaman sosial awal sangat menentukan perilaku kepribadian selanjutnya.
Sekolah
juga mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi perkembangan sikap sosial
anak, karena selama masa pertengahan dan akhir anak-anak, anak-anak
menghabiskan waktu bertahun-tahun di sekolah sebagai anggota suatu masyarakat
kecil yang harus mengerjakan sejumlah tugas dan mengikuti sejumlah aturan yang
menegaskan dan membatasi perilaku, perasaan dan sikap mereka (Santrock, dalam
Sinolungan: 2001).
Di
sekolah, guru membimbing perkembangan kemampuan sikap, dan hubungan sosial yang
wajar pada peserta didiknya. Hubungan sosial yang sehat dalam sekolah dan kelas
seharusnya diprogram, dikreasikan, dan dipelihara bersama-sama dalam belajar,
bermain dan berkompetisi sehat. Sekolah mengupayakan layanan bimbingan kepada
peserta didik. Bimbingan selain untuk belajar adalah untuk penyesuaian diri ke
dalam lingkungan atau juga penyerasian terhadap lingkungannya. Kepada siswa
diajarkan tentang disiplin dan aturan melalui keteraturan atau conformity yang disiratkan dalam
tiap pelajaran (Sinolungan, 2001).
D. Pengaruh Perkembangan Sosial terhadap
Perilaku Anak
Dalam
perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang lain.
Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah kepenilaian
diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil pemikiran
dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang
menyembunyikannya atau merahasiakannya.
Pikiran
anak sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan sikap
kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya. Kemampuan
abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan
peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semestinya menurut alam
pikirannya. Disamping itu pengaruh egoisentris sering terlihat, diantaranya
berupa:
1. Cita-cita dan idealisme yang baik, terlalu
menitik beratkan pikiran sendiri, tanpa memikirkan akibat labih jauh dan tanpa
memperhitungkan kesulitan praktis yang mungkin menyebabkan tidak berhasilnya
menyelesaikan persoalan.
2. Kemampuan berfikir dengan pendapat
sendiri, belum disertai pendapat orang lain dalam penilaiannya.
Melalui
banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi
pendapat orang lain, maka sikap ego akan semakin berkurang dan di akhir masa
remaja sudah sangat kecil rasa egonya sehingga mereka dapat bergaul dengan baik.
Selain
pengaruh di atas, terdapat pula dampak Kekerasan sosial pada anak sekolah
dasar. Kekerasan terhadap anak adalah perbuatan disengaja yang menimbulkan
kerugian atau bahaya terhadap anak secara fisik maupun emosional. sedangkan
anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun termasuk anak yang masih
dalam kandungan (UUPA no. 23 tahun 2002). Istilah kekerasan terhadapan anak
meliputi berbagai macam bentuk tingkah laku dari tindakan ancaman fisik secara
langsung oleh orang tua atau orang dewasa lainnya sampai pada penelantaran
kebutuhan-kebutuhan dasar anak. Jadi dapat disimpulkan bahwa kekerasan terhadap
anak merupakan perilaku secara langsung dengan tujuan untuk merusak, melukai,
merugikan anak dilakukan oleh orang yang lebih dewasa atau lebih kuat.
Apapun
jenis kekerasan yang dilakukan, tetap merupakan sebuah kekasan yang bisa berdampak
terhadap anak. kekerasan dapat menyebabkan anak kehilangan hal -
hal paling mendasar dalam kehidupannya dan pada gilirannya berdampak sangat
serius pada kehidupan anak di kemudian hari, antara lain cacat tubuh permanen;
kegagalan belajar; pasif dan menarik diri dari lingkungan takut membina
hubungan baru dengan orang lain; agresif dan kadang - kadang melakukan tindakan
kriminal; menjadi penganiaya ketika dewasa; menggunakan obat - obatan terlarang
ketika dewasa dan kematian.
Dampak
psikologis yang lebih berat adalah kemungkinan timbulnya masalah pada
korban seperti rasa cemas berlebihan, selalu merasa takut, depresi
dan ingin bunuh diri. Para orang tua dan guru yang melakukan kekerasan
mungkin tidak menyadari tindakannya bisa berdampak panjang pada anak.
Kekerasan yang dilakukan akan membekas pada benak anak dan bisa mempengaruhi
perkembangan kejiwaannya. Anak yang sering menerima tindakan
kekerasan kemungkinan besar menjadi pribadi yang kurang percaya diri, minder,
peragu dan bergantung pada orang lain. Anak yang sering mendapat kekerasan secara
fisik, ketika dewasa bisa tumbuh menjadi pribadi yang agresif dan suka
melakukan kekerasan. mereka mendapat contoh kekerasan di masa kecilnya sehingga
pola dan cara hidup mereka akan dijalani dengan kerasan pula.
Dari uraian tersebut terlihat bahwa dampak
dari tindakan kekerasan terhadap anak begitu mengenaskan. Mungkin
belum banyak orang menyadari bahwa pemukulan yang bersifat fisik bisa
menyebabkan kerusakan emosi anak. anak merupakan cermin dari apa
yang terjadi dalam suatu rumah tangga. Jika suasana keluarga sehat dan bahagia maka
wajah anak akan ceria dan berseri. Sebaliknya jika mereka murung dan bersedih
biasanya telah terjadi sesuatu yang berhubungan dengan keluarganya.
Sebagai wadah sosialisasi primer di mana anak belajar untuk pertama kalinya
mengenal nilai-nilai dan cara bertingkah laku, perilaku orang tua sering
mempengaruhi perilaku anaknya kelak. Bila kekerasan begitu dominan, tidak
mengherankan jika anak kemudian melakukannya dan akan terbawa sampai dewasa.
Oleh karena itu peran guru
dalam mengembangkan kecerdasan sosial anak sangatlah penting. Bimbingan
sosial diarahkan kepada upaya membantu peserta didik mengembangkan keterampilan
sosial atau keterampilan berinteraksi di dalam kelompok. Keterampilan sosial
adalah kecakapan berinteraksi dengan orang lain, dan cara-cara yang digunakan
dalam berinteraksi tersebut sesuai dengan aturan dan tujuan dalam konteks
kehidupan tertentu. Dalam kehidupan peserta didik (anak sekolah) kecakapan
tersebut adalah kecakapan interaksi dengan kelompok teman sebaya atau orang
dewasa.
Proses belajar dan pembelajaran akan
menjadi wahana bagi perkembangan sosial peserta didik. Hal ini berarti bahwa
bimbingan sosial dapat berlangsung di dalam dan secara terpadu dengan proses
belajar dan pembelajaran. Ditinjau dari sudut pandangan bimbingan, proses
belajar dan pembelajaran merupakan wahana begi pengembangan keterampilan sosial,
kesadaran saling bergantung, dan kemampuan menerima serta mengikuti aturan
kelompok.
Peran
penting yang perlu dimainkan guru dalam kaitannya dengan layanan bimbingan
sosial ialah mengembangkan atmosfir kelas yang kondusif. Atmosfir kelas yang
kondusif bagi perkembangan sosial ialah yang dapat menumbuhkan:
1. Rasa turut memiliki kelompok, ditandai
dengan identifikasi diri, loyalitas, dan berorientasi pada pemenuhan kewajiban
kelompok.
2. Partisipasi kelompok, ditandai dengan
kerjasama, bersikap membantu, dan mengikuti aturan main.
3. Penerimaan terhadap keragaman individual
dan kelompok, serta menghargai kelebihan orang lain.
Daftar Pustaka
Budiamin,
Amin, dkk. 2006. Perkembangan
Peserta Didik. Bandung: UPI PRESS.
Hurlock,
Elizabeth B. 1978. Perkembangan Anak.
Jakarta: Gramedia.
Sinolungan,
A. E.. 2001. Psikologi Perkembangan
Peserta Didik. Manado: Universitas Negeri Manado.
Slavin,
Robert E. 2011. Psikologi Pendidikan
Edisi ke Sembilan. Jakarta: PT. Indeks.
Sunarto
dan Hartono, A. 2006. Perkembangan
Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.
Susanto,
Ahmad. 2012. Perkembangan Anak Usia Dini:
Pengantar dalam Berbagai Aspeknya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Suyadi.
2010. Psikologi Belajar Pendidikan Anak
Usia Dini. Sleman: Pedagogia.
Yusuf,
Syamsu dan Sugandhi, Nani M. 2011. Perkembangan
Pesrta Didik. Depok: Rajagrafindo Persada.