Peran Teknologi Digital dalam Mendukung Terwujudnya Kemerdekaan Belajar

 Teknologi juga berperan penting dalam perubahan paradigma pembelajaran yang makin mengintegrasikan berbagai variasi pemanfaatan teknologi digital pada setiap tahapan pembelajarannya, mulai dari level yang sederhana (digital text, audio, video) sampai pada level yang paling kompleks (AR, 3D printing, Hologram, berbagai tipe machine learning). Variasi dari pemanfaatan berbagai macam teknologi digital ini tentu saja harus disesuaikan dengan lingkungan/ekosistem dimana pembelajaran itu berlangsung/dilakukan agar hasilnya lebih efektif, tepat guna, dan optimal karena sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada. Teknologi digital bukan untuk menggantikan guru namun lebih untuk dapat meningkatkan kemampuan guru untuk memfasilitasi pembelajaran dari berbagai saluran dan tidak hanya dari diri para guru sendiri tapi dari berbagai media yang dapat diakses oleh para guru. Teknologi digital juga memainkan peran penting dengan kemampuannya untuk menghilangkan beban birokrasi /administrasi melalui efisiensi proses birokrasi/administrasi di sekolah bagi para guru dan memungkinkan mereka untuk lebih fokus meningkatkan kualitas belajar siswa.

Munculnya berbagai macam inovasi dan kreativitas dalam pembelajaran juga terjadi di berbagai belahan dunia. Hal ini karena teknologi digital telah menjadi suatu bagian yang tak terpisahkan dari ekosistem pembelajaran dan memiliki peran yang penting dalam perubahan paradigma pembelajaran di era Education 4.0 dan Society 5.0 ini. Salah satu bentuk perubahan paradigma pembelajaran karena integrasi teknologi digital dan kemerdekaan dalam pembelajaran adalah hadirnya Pedagogi Digital Kritis (Critical Digital Pedagogy).

Pedagogi Digital Kritis (Critical Digital Pedagogy) merupakan pedagogi yang memusatkan praktiknya pada komunitas dan kolaborasi; tetap terbuka terhadap perkembangan informasi yang beragam, cara-cara komunikasi dan kolaborasi melintasi batas-batas budaya dan politik; tidak dapat didefinisikan oleh satu suara tetapi harus mengumpulkan banyak suara atau pandangan. Pete Rorabaugh (2012) menulis dalam “Occupy the Digital: Critical Pedagogy and New Media”: bahwa Pedagogi Digital Kritis, memiliki tempat sentral dalam diskusi tentang bagaimana pembelajaran berubah di abad ke-21 terutama berkaitan dengan distribusi kekuasaan, kemampuan dan kesempatan yang adil.

Jika siswa hidup dalam budaya yang mendigitalkan dan mendidik mereka melalui layar, mereka memerlukan pendidikan yang memerdekakan dan memberdayakan di bidang itu, mengajari mereka bahasa itu, dan menawarkan peluang baru konektivitas manusia. Adapun Pedagogi Digital Kritis (Critical Digital Pedagogy) sebagaimana dikemukakan oleh Lucy Lunevich dari School of Engineering, RMIT University, Melbourne, Australia, adalah disiplin pedagogi yang berusaha untuk mempelajari dan menggunakan teknologi digital kontemporer dalam pembelajaran yang dapat diterapkan secara offline learning, online learning dan hybrid learning serta dalam lingkungan belajar lainnya. Implementasi dari pedagogi digital kritis ini dapat secara fleksibel dilakukan sesuai dengan kondisi dan kebutuhan siswa terkait lingkungan belajarnya.

Dalam hal ini, penggunaan berbagai macam teknologi digital ditujukan dengan melibatkan siswa untuk memunculkan beragam rangsangan pembelajaran berbasis aktivitas. Tentu saja guru dapat mendesain beragam pembelajaran dengan memanfaatkan berbagai macam teknologi digital dengan satu tujuan pembuka terlebih dahulu, yaitu untuk membuat materi yang dipelajari lebih menarik, sehingga memacu para siswa dan guru untuk lebih banyak bereksplorasi dalam memanfaatkan berbagai macam media. Jika pembelajaran sudah menjadi menarik dan memunculkan atmosfer yang positif dan menyenangkan maka dipastikan fokus dan konsentrasi siswa dapat lebih optimal dalam proses pembelajarannya (high level engagement).

Beberapa contoh teknologi digital yang dapat digunakan dalam pembelajaran yang mengacu pada pedagogi digital kritis ini antara lain adalah:

▪ Learning management System/LMS (Contoh: Moodle, Dokeos, Atutor, Docebo, Claroline, Chamilo)

▪ Social media platform (Contoh: Facebook, Instagram, Twitter, Tik Tok, Pinterest, Youtube, blog).

▪ Perangkat pembelajaran berbasis Web (Web-based learning tools). (Contoh: Google Classroom, Kahoot, Quizziz, Mentimeter, Google Form, Grammarly, Slideshare, mind mapping, virtual laboratory)

▪ Percetakan 3D (3DPrinting)

▪ Social Bomarking

▪ Podcast.

▪ Screencast.

▪ Massive Online Open Courses

▪ Machine learning (Artificial IntelIigence/Augmented Reality/Hologram/Robotik)

▪ Smartphone dan aplikasi mobile (WhatsApp, language translation mobile)

Dengan memanfaatkan berbagai macam teknologi digital seperti tersebut diatas diharapkan dapat memperkaya repertoar inovasi pembelajaran elektronik (elearning) yang juga dapat dikombinasikan dengan beragam pendekatan dan model-model pembelajaran lainnya seperti flipped learning, project-based learning, mobile-learning, remote learning, micro-learning, blended learning, ataupun hybrid learning. Contoh lainnya, guru bisa mengirimkan berbagai hal seperti materi, soal evaluasi, serta penjelasan melalui video atau voice note.Whatsapp group juga mampu memfasilitasi pembelajaran dua arah melalui layanan video call. Melalui layanan ini siswa dan guru dapat bertatap muka secara langsung dalam proses penyampaian materi dan penyampaian tugas walaupun dengan batasan jumlah peserta didik. Penggunaan zoom cloud meeting dalam pembelajaran membuat guru dan siswa seakan berada di kelas karena dengan aplikasi ini guru dan siswa bisa bertatap muka melalui layar laptop maupun gawai. Penggunaan aplikasi ini sangat membantu dalam penyampaian materi, interaksi antara guru dan siswa lebih terjalin. Dari segi manfaat, bila pembelajaran dengan pemanfaatan beragam teknologi digital ini dirancang dengan baik dan tepat, maka dapat menjadikan pembelajaran yang menyenangkan, memiliki unsur interaktivitas yang tinggi, menyebabkan siswa mengingat lebih banyak materi ajar, serta mengurangi biaya-biaya operasional yang biasanya dikeluarkan oleh siswa untuk mengikuti pembelajaran pada mekanisme yang konvensional.

Dengan demikian, di satu sisi, pembelajaran dalam Pedagogi Digital Kritis (Critical Digital Pedagogy) tetap menempatkan siswa sebagai pusat simpul pembelajaran (student-centered learning), kolaborasi pembelajaran (collaborative learning), membangun kemandirian, menumbuhkan belajar sepanjang hayat serta mengintegrasikan dengan kehidupan masyarakat sebagai learning experiential merupakan hal yang perlu dipertimbangkan oleh guru dalam menyelenggarakan proses pembelajaran di era baru yang mampu mengarahkan dan membentuk karakter siswa. Sedangkan di sisi lain implementasi dari pedagogi digital kritis di era Education 4.0 dan Society 5.0 ini benar-benar membutuhkan lingkungan dan ekosistem pendidikan yang terbuka dan berjejaring, tidak hanya sebatas menjadi repositori konten namun juga menjadi platform untuk melibatkan siswa dan guru sebagai agen perubahan untuk pembelajaran yang merdeka, kontekstual dan inovatif serta membangun karakter dan kepribadian yang baik, luhur, dan unggul.

Post a Comment

Previous Post Next Post