Literasi sains dapat diartikan sebagai pengetahuan dan kecakapan ilmiah untuk mampu mengidentifikasi pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah, serta mengambil simpulan berdasar fakta, memahami karakteristik sains, kesadaran bagaimana sains dan teknologi membentuk lingkungan alam, intelektual, dan budaya, serta kemauan untuk terlibat dan peduli terhadap isu-isu yang terkait sains (OECD dalam Kemendikbud, 2017).
Literasi sains merupakan salah satu kunci untuk menghadapi berbagai tantangan pada abad 21. Penguasaan serta memiliki konsep dasar sains dan teknologi akan sangat membantu dalam menyelesaikan permasalahan kehidupan. Namun demikian, bukan berarti semua orang harus menjadi pakar sains. Dengan memiliki dan menguasai konsep dasar sains memungkinkan manusia untuk berperan dalam membuat pilihan yang berdampak pada kehidupan.National Research Council (2012) menyatakan bahwa rangkaian kompetensi ilmiah yang dibutuhkan pada literasi sains mencerminkan pandangan bahwa sains adalah ansambel dari praktik sosial dan epistemik yang umum pada semua ilmu pengetahuan, yang membingkai semua kompetensi sebagai tindakan. Petunjuk Belajar (Kemendikbud, 2017).
Pengembangan literasi sains untuk peserta didik sekolah dasar pada dasarnya adalah menarik keterlibatan peserta didik dalam proses belajar dan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan. Proses belajar sains dilakukan dalam upaya memahami konsep, arti, dan hubungan melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan. Proses pengembangan literasi sains dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan, dan inferensi
Pengertian Literasi Sains
Sumber daya manusia yang disyaratkan pada abad 21 minimal memiliki empat kompetensi utama yakni literasi, berpikir inventif, komunikasi yang efektif, dan produktivitas yang tinggi (Bagasta dkk, 2018). Hal ini diperkuat berdasar hasil kajian World Economic Forum (2016) juga menyatakan bahwa peserta didik memerlukan 16 keterampilan agar mampu bertahan di abad 21, yakni fondasi literasi atau literasi dasar, kompetensi, dan karakter (Kemendikbud, 2019). Literasi sains menjadi salah satu dari 16 keterampilan yang dimaksud. Literasi sains dapat diartikan sebagai pengetahuan dan kecakapan ilmiah untuk mampu mengidentifikasi pertanyaan, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah, serta mengambil simpulan berdasarkan fakta, memahami karakteristik sains, kesadaran bagaimana sains dan teknologi membentuk lingkungan alam, intelektual, dan budaya, serta kemauan untuk terlibat dan peduli terhadap isu-isu yang terkait sains (OECD dalam Kemdikbud, 2017). Kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan prinsip ilmiah untuk memahami lingkungan dan menguji hipotesis juga merupakan bentuk literasi sains. Fungsi literasi sains diantaranya untukmemahami lingkungan hidup, kesehatan, ekonomi, dan masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat modern yang bergantung pada teknologi dan perkembangan ilmu pengetahuan(Sanjaya, Maridi, dan Suciati, 2017). Pengembangan literasi sains berperan untuk memperbaiki pengambilan keputusan, di tingkat lingkungan sosial maupun pribadi. Oleh sebab itu, penguasaan literasi sains oleh masyarakat menjadi penting untuk bertahan hidup di dunia yang semakin modern dan dinamis (Ilsadiati, Mislinawati, dan Tursinawati, 2017).
Literasi sains menurut PISA diartikan sebagai “the capacity to use scientific knowledge, to identify questions and to draw evidence-based conclusions in order to understand and help make decisions about the natural world and the changes made to it through human activity” (Budiarti, 2020). Dari definisi tersebut, literasi sains dimaknai sebagai kemampuan seseorang menggunakan pengetahuan sainsmaupun keterampilan proses ilmiah untuk memahami dan membuat keputusan tentang lingkungan alam. Literasi sains merupakan kemampuan ilmiah individu untuk menggunakan pengetahuan yang dimilikinya pada proses identifikasi masalah, memperoleh pengetahuan baru, menjelaskan fenomena ilmiah, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti yang berhubungan dengan isu ilimiah (Wulandari & Sholihin, 2016).
Literasi sains dapat bermanfaat bagi individu dan juga masyarakat umum. Individu yang
memiliki keterampilan literasi sains memiliki kemampuan menyelesaikan masalah dengan
menggunakan konsep-konsep sains yang dimiliki (Rahmadani, 2018; Bagasta dkk, 2018). Bagi
masyarakat, literasi sains erat hubungannya dengan perkembangan perekonomian suatu
negara. Masyarakat yang objektif, berproses, dan memiliki kemampuan sains yang mumpuni
akan mencetak tenaga ahli yang handal, ilmuwan, insinyur, dan professor yang mampu
meningkatkan perekonomian negaranya (Windyariani, 2017).
Faktanya, kemampuan literasi sains peserta didik di Indonesia masih rendah. Hasil studi PISA 2015, literasi sains sebesar 403 poin terletak pada peringkat 62 dari 70 negara, bahkan skor masih di bawah negara tetangga Thailand, Vietnam, dan Singapura yaitu berturut-turut 421, 525, dan 556 (Bagasta dkk, 2018). Adapun perkembangan hasil PISA tahun 2018 khususnya pada literasi sains, Indonesia menempati posisi 70 dari 78 negara (OECD, 2018). Hasil tersebut menunjukkan bahwa skor rata-rata literasi sains Indonesia berada di bawah ratarata skor internasional. PISA menetapkan tiga aspek dari komponen kompetensi/proses sainsyang diukur dalam literasi sains. Ketiga kompetensi tersebut yaitu mengidentifikasi isu-isu (masalah) ilmiah, menjelaskan fenomena, dan menggunakan bukti ilmiah sesuai perkembangan teknologi (Bybee dalam Winata, Cacik, dan Seftia, 2018). Ketiga kompetensi ini menjadi tantangan yang perlu diselesaikan oleh sekolah-sekolah di Indonesia.
Tantangan berbagai jenjang pendidikan termasuk di jenjang sekolah dasar untuk mengembangkan literasi sains peserta didik. Berdasarkan penelitian sebelumnya, di jenjang sekolah dasar, 70 % peserta didik kelas V di salah satu SD memiliki kemampuan literasi sains yang rendah (Winata, Cacik, dan Seftia, 2018). Permasalahan di jenjang sekolah dasar serupa dengan permasalahan di SMP dan SMA. Peserta didik belum mampu secara optimal membuat grafik berdasarkan data dan memecahkan masalah menggunakan keterampilan kuantitatif termasuk statistik dasar. Jika ditinjau secara global pada aspek konten, proses, dan konteks sains, pencapaian literasi sains peserta didik adalah sebagai berikut: 45% untuk aspek konten, 52% untuk aspek proses, dan 48% untuk aspek konteks sains (Widiyati, 2020).
Literasi sains perlu dikembangkan sejak dini, pada jenjang sekolah dasar sehingga secara simultan peserta didik memiliki kompetensi yang semakin lengkap. Literasi sains potensial dikembangkan di tingkat SD dengan adanya muatan pembelajaran IPA yang dilengkapi dengan kompetensi dasar ranah pengetahuan, keterampilan, dan tentunya mengembangkan aspek sikap.
Keberhasilan literasi sains peserta didik dalam pembelajaran ditentukan oleh faktor internal dan eksternal. Hidayah dkk. (2019) merinci faktor yang menyebabkan kemampuan literasi sains peserta didik, yaitu ketertarikan pada sains, motivasi belajar, strategi guru dalam pembelajaran, dan fasilitas sekolah. Salah satu pihak yang dapat membantu peserta didik memiliki literasi sains yang baik adalah guru. Strategi pembelajaran, konten pembelajaran, fasilitas belajar, media pembelajaran, dan aktivitas pembelajaran yang kondusif dapat dirancang oleh guru untuk mengoptimalkan berkembangnya literasi sains peserta didik. Beberapa aktivitas yang dirancang dalam modul ini diharapkan dapat membantu perkembangan literasi sains peserta didik secara lebih optimal. Proses pengembangan literasi sains di sekolah dasar juga dapat dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan, dan inferensi di luar kegiatan kurikuler.
Prinsip Dasar Literasi Sains
Mengacu pada Kemendikbud (2017:5) prinsip dasar literasi sains untuk peserta didik sekolah dasar adalah:
a. Kontekstual, sesuai dengan kearifan lokal dan perkembangan zaman. Stimulus atau isu yang dibahas dapat diambil dari permasalahan yang nyata ditemukan dalam kehidupan sekitar peserta didik, menyesuaikan dengan lokasi daerah, serta memilih isu yang sedang berkembang misalnya saja tentang pandemi COVID-19.
b. Pemenuhan kebutuhan sosial, budaya, dan kenegaraan. Langkah yang disajikan dalam aktivitas sains diharapkan mampu meningkatkan keterampilan proses sains peserta didik. Pembiasaan cara berpikir yang sistematis dan terstruktur diharapkan mampu membentuk karakter ilmiah pada diri peserta didik yang solutif terhadap permasalahan sosial dan budaya yang sedang berkembang. Kemampuan memecahkan permasalahan ini harapannya akan ikut membantu meningkatkan taraf hidup bangsa.
c. Sesuai dengan standar mutu pembelajaran yang sudah selaras dengan pembelajaran abad 21. Beragam aktivitas yang dikembangkan untuk mewujudkan profil pelajar yang literat khususnya dalam sains dapat dilakukan melalui pendekatan saintifik. Langkah dalam pendekatan saintifik dikenal dengan istilah 5M yakni mengamati, menanya, mencoba, menalar, dan mengomunikasikan. Langkah-langkah tersebut bermuara pada tercapainya pembelajaran yang mampu mengembangkan keterampilan abad 21 yakni berpikir kritis dan memecahkan masalah, kreatif, komunikasi, dan kolaborasi.
d. Holistik dan terintegrasi dengan beragam literasi lainnya Pembelajaran sains yang optimal terjadi jika peserta didik diarahkan untuk mencari tahu melalui serangkaian proses penemuan sehingga membantu mereka memperoleh pemahaman yang lebih mendalam (Listiyani, 2015). Serangkaian proses penemuan yang identik dalam pembelajaran sains dapat saling beririsan dengan konsep literasi. Secara paralel peserta didik mengalami perkembangan keterampilan untuk membaca, menulis, menggunakan bahasa lisan yang akuntabel, serta terlibat dalam proses penalaran yang ilmiah.
e. Kolaboratif dan partisipatif. Diperlukan dukungan kerja sama dan partisipasi yang baik dari warga sekolah dan orang tua dalam melaksanakan aktivitas sains agar kegiatan dapat optimal. Sinergi yang tercipta dari pihak yang terkait diharapkan mampu membantu mewujudkan individu yang literat.
Ruang Lingkup Literasi Sains
Secara umum, pembelajaran idealnya dapat menyeimbangkan aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Seperti halnya dalam pembelajaran, ruang lingkup sains dapat dikaji dari tiga komponen utama tersebut yakni sains dilihat dari aspek produk (pengetahuan), aspek keterampilan proses (psikomotorik), dan aspek sikap ilmiah (afektif). Aspek produk dalam sains meliputi beragam produk dan hasil temuan dalam sains diantaranya fakta, konsep, prinsip, hukum, dan teori. Beragam isu yang dapat diangkat sebagai kajian dalam literasi sains adalah kesehatan, sumber daya alam, lingkungan, dan bencana alam. Bagaimana mengenalkan peserta didik pada kondisi aman bencana, meningkatkan kepedulian peserta didik terhadap energi, air, pengelolaan sampah dan menjaga kelangsungan keanekaragaman hayati merupakan beberapa contoh isu yang dapat diangkat oleh guru menjadi sebuah aktivitas untuk mengoptimalkan literasi sains peserta didik sekolah dasar.
Sains dilihat dari sikap ilmiah dapat diartikan berbagai keyakinan, pendapat, dan nilai-nilai yang harus dipertahankan oleh seorang ilmuwan khususnya ketika mencari atau mengembangkan pengetahuan baru. Contoh sikap ilmiah antara lain: rasa ingin tahu, obyektif terhadap fakta, rasa tanggung jawab, disiplin, tekun, jujur, terbuka terhadap pendapat orang lain, teliti, kehati-hatian, tidak tergesa-gesa mengambil kesimpulan, kerja sama, tidak mudah putus asa, dan disiplin.
Sebagai suatu keterampilan proses, sains merupakan suatu metode yang digunakan untuk memperoleh pengetahuan. Metode yang biasa digunakan dikenal dengan nama metode ilmiah atau metode keilmuan. Metode keilmuan merupakan perpaduan antara pengetahuan yang didapat melalui pikiran (rasionalisme) dan pengetahuan melalui pengalaman (empirisme). Franscis Bacon merupakan tokoh yang dikenal sebagai bapak metode ilmiah. Langkah-langkah dalam metode ilmiah diantaranya adalah sebagai berikut: (1) sadar akan adanya masalah dan perumusan masalah; (2) merumuskan hipotesis (dugaan sementara); (3) mengamati/observasi (penyusunan dan klasifikasi data); (4) menguji kebenaran hipotesis melalui penyelidikan; dan (5) membuat kesimpulan.
Model Kegiatan Literasi Sains
Aktivitas di atas dapat dilakukan oleh peserta didik melalui beragam aktivitas di antaranya kegiatan ekstrakurikuler sains, karya ilmiah untuk anak sekolah dasar, pekan literasi sains, dan kegiatan lain yang sejenis. Kegiatan ini diharapkan dapat memfasilitasi peserta didik dalam melakukan eksplorasi sains secara lebih mendalam, di samping itu dapat menjadi salah satu alternatif pembelajaran sains yang notabene masih minim dengan ragam praktik dan eksplorasi sains (Kemendikbud, 2019: i). Melalui aktivitas sains ini, beragam keterampilan proses sains dapat dioptimalkan seperti mengamati, mengukur, mengklasifikasi, memprediksi, mengolah data, menyimpulkan, dan mengomunikasikan.
Beragam pendekatan dalam mengoptimalisasi literasi sains peserta didik di sekolah dasar dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya proses observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan, dan inferensi dengan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar.Beragam aktivitas literasi sains di satuan pendidikan sekolah dasar dapat memanfaatkan beberapa sarana dan kegiatan, (lihat lampiran).
Strategi utama Gerakan Literasi Sains di sekolah dasar berupa literasi sains yang sifatnya lintas kurikulum. Kegiatan yang dapat dilakukan berupa pendekatan penerapan literasi sains secara konsisten dan menyeluruh di sekolah untuk mendukung pengembangan literasi sains bagi setiap peserta didik. Keterampilan literasi sains secara eksplisit diajarkan di dalam mata pelajaran, tetapi peserta didik diberikan berbagai kesempatan untuk menggunakan sains di luar mata pelajaran sains di berbagai situasi.
Menggunakan keterampilan sains lintas kurikulum memperkaya pembelajaran bidang studi lainnya dan memberikan kontribusi dalam memperluas dan memperdalam pemahaman sains. Selain melalui kurikulum, literasi sains juga dimunculkan di dalam lingkungan sekolah oleh staf nonguru dan kegiatan-kegiatan rutin yang terjadi di sekolah yang memberikankesempatan nyata bagi peserta didik untuk mempraktikkan keterampilan literasi sains mereka.Indikator literasi sains di sekolah dasar meliputi:
a. jumlah guru sd yang telah mengikuti pelatihan literasi sains;
b. intensitas pemanfaatan dan penerapan literasi sains dalam pembelajaran;
c. jumlah pembelajaran sains yang menggunakan model pembelajaran berbasis masalah dan berbasis proyek;
d. jumlah pembelajaran sains yang berpusat pada peserta didik;
e. terselenggaranya pembelajaran sains berbasis lingkungan sebagai sumber belajar;
f. jumlah bahan ajar berupa rancangan proses pembelajaran yang berisi hakikat sains, literasi sains, pola pikir sistem (system thinking), serta bekerja dan berpikir kolaboratif;
g. jumlah produk sains yang dihasilkan peserta didik melalui aktivitas pembelajaran sains;
h. tersedianya variasi bahan bacaan literasi sains;
i. tersedianya permainan edukatif berbasis sains di sekolah dasar;
j. terlaksananya kegiatan literasi sains di sekolah dasar, misalnya: ekstrakurikuler sains, karya ilmiah, jelajah sains, festival literasi sains, dan kegiatan sejenis;
k. tersedianya alokasi dana untuk penyelenggaraan literasi sains;
l. terbentuknya tim atau satuan tugas literasi sains di sekolah;
m. tersusunnya kebijakan sekolah mengenai literasi sains;
n. keterlibatan pihak lain (orang tua dan masyarakat) yang ikut berpartisipasi dan mendukung terselenggaranya literasi sains.