Kebijakan penyesuaian penggunaan dana BOS afirmasi dan kinerja didasarkan pada evaluasi bahwa selain daerah tertinggal, terdepan, terluar (3T), banyak daerah lain yang perekonomiannya terimbas akibat Covid-19. Misalnya beberapa daerah di perkotaan dengan taraf ekonomi rendah ikut terdampak akibat (penerapan) social distancing.
Atas evaluasi tersebut, Kemendikbud memutuskan, BOS afirmasi dan BOS kinerja difokuskan dan diprioritaskan untuk daerah yang paling membutuhkan dan terdampak, termasuk di sektor pendidikan terutama sekolah swasta. Fakta di lapangan menyebut bahwa sekolah swasta menjadi institusi paling rentan terdampak krisis.
Selama pandemi, Kemendikbud menerima banyak keluhan terkait macetnya pembayaran sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) karena banyak orang tua yang tidak membayar. Hal ini dikarenakan berkurang atau hilangnya mata pencaharian orang tua peserta didik.
Dana BOS afirmasi yang disediakan sebesar Rp2 triliun dan BOS kinerja sebanyak Rp1,2 triliun, sehingga totalnya menjadi Rp3,2 triliun. Alokasi dana tersebut akan disalurkan kepada 56.115 sekolah swasta dan negeri yang dinilai paling membutuhkan. Mengacu pada data jumlah daerah khusus di kementerian terkait, sekolahsekolah tersebut ada di 33.321 desa/kelurahan. Berdasarkan ketentuan terbaru, dana BOS afirmasi dan BOS kinerja yang akan diberikan untuk tiap sekolah jenjang SD, SMP, SMA, SMK, SLB yang memenuhi kriteria yaitu sebesar Rp60 juta per tahun. Dana akan disalurkan langsung dari Kementerian Keuangan ke rekening sekolah.
BOS Afirmasi dan BOS kinerja dapat digunakan untuk kegiatan yang sama dengan BOS Reguler selama masa pandemi COVID-19. Rinciannya antara lain: pembayaran guru honorer, pembayaran tenaga kependidikan jika dana masih tersedia, belanja kebutuhan belajar dari rumah seperti pulsa, paket data, layanan pendidikan daring berbayar, dan belanja kebutuhan kebersihan terkait pencegahan Covid-19 seperti sabun, pembasmi kuman, dan penunjang kesehatan lainnya.
Terdapat dua kriteria sekolah yang berhak mendapatkan bantuan tersebut. Pertama, berada di wilayah 3T, kondisi masyarakat adat yang terpencil, perbatasan dengan negara lain, dan terkena bencana alam, bencana sosial, atau daerah yang berada dalam keadaan darurat lainnya (sesuai Permendikbud No. 23 / 2020, Kepmendikbud No. 580 / 2020, dan Kepmendikbud No. 581 / 2020).
Kedua, diprioritaskan untuk sekolah dengan proporsi siswa dari keluarga miskin lebih besar, sekolah yang menerima dana BOS Reguler lebih rendah, dan sekolah yang memiliki proporsi guru tidak tetap lebih besar (sesuai Permendikbud No. 24 / 2020 dan Kepmendikbud No. 582 / 2020)