Permasalahan Kekerasan terhadap Anak Berdasarkan Data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

Permasalahan kekerasan dan eksploitasi seksual terhadap anak selalu menjadi perbincangan serius, dan masih menjadi isu strategis dalam pembangunan bangsa Indonesia, dan bahkan menjadi sorotan internasional. Berdasarkan hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2018 di Indonesia menunjukkan bahwa pada kelompok anak usia 13 – 17 tahun, 62% anak perempuan dan 61,7% anak laki-laki yang mengalami kekerasan fisik, emosional dan seksual. Secara detail, 1 dari 5 anak perempuan dan 1 dari 3 anak laki-laki mengalami kekerasan fisik; 3 dari 5 anak perempuan dan 1 dari 2 anak laki-laki mengalami kekerasan emosional; dan 1 dari 11 anak perempuan dan 1 dari 17 anak laki-laki mengalami kekerasan seksual.

Permasalahan perlindungan anak yang kompleks saat ini perlu diimbangi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang memberikan pelayanan langsung kepada anak. Supervisi merupakan salah satu solusi dalam upaya peningkatan kualitas SDM yang bekerja secara langsung dengan anak.

Kompleksitas permasalahan perlindungan anak di Indonesia saat ini perlu diimbangi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang memberikan pelayanan langsung kepada anak. Supervisi merupakan salah satu solusi dalam upaya peningkatan kualitas SDM yang bekerja secara langsung dengan anak. Melalui supervisi, Supervisor sebagai pihak yang mensupervisi maupun Supervisee sebagai pihak yang disupervisi akan memperoleh pembelajaran selama proses supervisi itu berlangsung. Hal ini dikarenakan supervisi merupakan suatu interaksi terencana antara Supervisor dan Supervisee dalam satu lingkungan yang mendukung sehingga tercipta suatu proses reflektif dan analisa kritis terkait layanan yang diberikan.

Fenomena di Indonesia beberapa tahun terakhir ini menunjukkan bagaimana anak-anak di Indonesia belum dapat terlindungi secara maksimal. Data Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) tahun 2018 menunjukan bahwa, sebanyak 1 dan 2 anak laki-laki berusia 13-17 tahun pernah mengalami kekerasan emosional; 1 dari 3 anak pernah mengalami kekerasan fisik; dan 1 dari 17 anak mengalami kekerasan seksual. Sedangkan untuk anak perempuan yang juga berusia 13-18 tahun, 3 dari 5 anak pernah mengalami kekerasan emosional, 1 dari 5 anak pernah mengalami kekerasan fisik, 1 dari 11 anak perempuan mengalami kekerasan seksual. Kondisi ini diperparah dengan sebanyak 76-88% anak-anak dan remaja belum mengetahui adanya layanan untuk mengantisipasi kekerasan.
Pemerintah telah membuat berbagai program dalam merespon permasalahan terkait perlindungan anak di Indonesia. Kementerian Sosial (Kemensos) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA) merupakan leading sektor penanganan masalah pengasuhan dan perlindungan anak baik pencegahan maupun penanganan kasus. Kemensos memiliki program prioritas Program Keluarga Harapan (PKH) melalui Direktor Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial (Dirjen Linjamsos) dan Program Rehabilitasi Sosial Anak (PROGRESA) melalui Dirjen Rehabilitasi Sosial, adapun KPPPA dibawah Deputi Tumbuh Kembang memiliki Program Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) dan melalui Deputi Perlindungan Anak memiliki program Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Program tersebut masih memerlukan upaya untuk peningkatan kualitas pelayanan maupun peningkatan kualitas SDM - khususnya untuk Pendamping dan Supervisor PKH; Sakti Peksos PROGRESA; Tenaga Kesejahteraan Sosial; Pendamping P2TP2A dan UPTD PPA yang merupakan ujung tombak bagi upaya penanganan kasus.

Untuk merespon hal diatas, Kemensos bersama dengan Yayasan Sayangi Tunas Cilik mitra Save the Children sejak tahun 2010 di Bandung-Jawa Barat, telah melakukan uji coba dan implementasi program penguatan sistem perlindungan dan pengasuhan anak dalam rangka mencegah kekerasan, penelantaran dan keterpisahan anak dari keluarga melalui model PDAK (Pusat Dukungan Anak dan Keluarga). Melalui PDAK, 'praktik baik' dalam melakukan supervisi telah dihasilkan. Penjangkauan kasus rumit secara bersama, memberikan dukungan kepada supervisee, supervisi berkala, hingga pembahasan kasus merupakan beberapa contoh 'praktik baik' supervisi yang dilakukan di PDAK

Sumber:
MODUL PELATIHAN
SUPERVISI DALAM PERLINDUNGAN ANAK DAN KELUARGA
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
ISBN : 978-602-6571-37-3

Post a Comment

Previous Post Next Post